Merangin | Fokus Info News : Kasus pengrusakan rumah dan kebun kopi di Desa Renah Alai, Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, terus menyisakan luka bagi para korban. Sudah hampir dua belas hari berlalu sejak peristiwa tersebut, namun hingga kini belum tampak tanda-tanda keseriusan pemerintah daerah dalam mencari solusi penyelesaian.
Sedikitnya 12 petani kopi menjadi korban dalam peristiwa yang disebut-sebut berlatar persoalan tanah adat. Ribuan batang tanaman kopi milik petani dibabat habis, sejumlah pondok tempat tinggal dirusak beserta isinya, bahkan beberapa warga mengalami tindakan penganiayaan.
Para korban menilai tindakan tersebut tidak mencerminkan perilaku yang menjunjung nilai-nilai adat. Padahal, sebagian besar petani yang menjadi korban merupakan penggarap yang bekerja sama secara resmi dengan warga setempat sebagai induk semang. Beberapa diantara mereka bahkan memiliki sertifikat tanah, yang menandakan lahan tersebut bukan bagian dari kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
“Kami sudah buat laporan resmi ke Polres Merangin terkait pengrusakan dan penganiayaan, tetapi sampai sekarang belum ada satu pun yang ditetapkan sebagai tersangka,” ujar salah satu perwakilan korban.
Situasi semakin memanas setelah muncul pernyataan dari lembaga adat dan kepala desa yang berencana memberikan sanksi adat kepada induk semang yang mempekerjakan petani dari wilayah selatan. Namun, menurut para korban, kebijakan itu tidak diterapkan secara adil.
“Masih banyak induk semang asli Desa Renah Alai yang tidak tersentuh sanksi adat. Sementara ada juga petani dari selatan di perbatasan Sungai Lalang yang justru diizinkan menggarap lahan dengan sistem sewa, sebesar 300 kilogram kopi kering per hektare,” jelas korban lainnya.
Hal tersebut menimbulkan tanda tanya besar dan dinilai sebagai bentuk ketidakadilan dalam penegakan adat di wilayah tersebut. Para korban mengaku telah menahan diri dan bersabar sesuai anjuran aparat agar tidak melakukan perlawanan, namun kini kesabaran mereka mulai mencapai batas.
Bupati Bengkulu Selatan bahkan disebut telah datang langsung meninjau lokasi kejadian. Ia menyatakan keprihatinannya terhadap insiden yang menimpa warganya.
“Bupati sangat menyayangkan peristiwa ini, dan karena korbannya merupakan warga asal Bengkulu, beliau berkomitmen membantu memperjuangkan hak-hak masyarakat yang menjadi korban,” ujar sumber tersebut.
Melihat lambannya proses penegakan hukum dan adanya potensi konflik horizontal bernuansa suku, para korban sepakat akan mengirim surat kepada Presiden Prabowo Subiyanto, Menteri Dalam Negeri, dan Kapolri. Mereka berharap pemerintah pusat dapat turun tangan membantu penyelesaian konflik agraria yang terjadi di Kabupaten Merangin ini.
“Kami tidak ingin konflik ini melebar. Tapi kalau keadilan terus diabaikan, kami akan minta Presiden dan aparat pusat untuk turun langsung ke lapangan,” tegas perwakilan korban.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik, terutama karena menyangkut hak-hak petani kecil serta keberpihakan pemerintah dalam melindungi masyarakat dari tindakan semena-mena atas nama adat dan kepemilikan lahan. (citizen journalism)
