Merangin | Fokus Info News – Pernyataan mengejutkan disampaikan Kapolres Merangin, AKBP Kiki Firmansyah, saat audiensi bersama puluhan wartawan yang menggelar aksi damai di halaman Mapolres Merangin, Kamis (13/11/2025).
Dalam kesempatan itu, Kapolres mengaku telah mengantongi nama-nama pelaku tambang emas illegal di kawasan Dam Betuk, Desa Tambang Baru, Kecamatan Tabir Lintas, Kabupaten Merangin. Ia menyebut hal itu merupakan bagian dari tugas pemetaan (mapping) aparat kepolisian terhadap aktivitas pertambangan ilegal di wilayah hukumnya.
Namun, pengakuan tersebut justru memicu pertanyaan publik. Sebab, meski telah mengetahui para pelaku, penindakan di lapangan dinilai lamban, hingga akhirnya muncul peristiwa intimidasi terhadap wartawan yang meliput di lokasi tambang pada 7 November 2025 lalu.
Akibat dugaan kelambanan itu, situasi di kawasan tambang semakin tak terkendali. Tak hanya wartawan yang mengalami intimidasi, bahkan anggota kepolisian pun disebut pernah dihalangi masuk ke lokasi oleh kelompok yang diduga preman bayaran para cukong emas. Kondisi ini dianggap mencoreng marwah dan kewibawaan Polres Merangin sebagai penegak hukum.
Sebagai bentuk protes, puluhan wartawan yang tergabung dalam Solidaritas Wartawan Merangin menggelar aksi damai di Mapolres Merangin. Mereka menuntut perlindungan hukum dan penegakan keadilan bagi rekan sejawat mereka, Dodi Saputra, kameramen NTV yang menjadi korban intimidasi.
Aksi yang dimulai dari Kantor Dinas Kominfo Merangin ini diikuti sekitar 80 jurnalis dari berbagai media, termasuk perwakilan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jambi. Para wartawan juga mengajak Plt. Kadis Kominfo Merangin, Ahmad Khairudin (Ahoy) untuk turut serta dalam barisan solidaritas menuju Mapolres.
“Kami menuntut penegakan hukum yang adil. Wartawan diintimidasi saat menjalankan tugas jurnalistik yang dilindungi Undang-Undang Pers. Jika aparat diam, maka siapa lagi yang melindungi kebenaran?” teriak salah satu orator aksi.
Koordinator Lapangan Aksi, Ady Lubis, menegaskan bahwa sumber dari kekacauan ini adalah aktivitas tambang emas ilegal yang terus dibiarkan.
“Kami mendesak Polres Merangin segera menghentikan kegiatan tambang ilegal di Dam Betuk. Di situlah akar masalahnya. Itu lahan milik Pemerintah Daerah Merangin, bukan untuk tambang,” tegasnya.
Penanggung jawab aksi, Basaruddin (Bass R), menambahkan agar penegakan hukum dilakukan tanpa tebang pilih.
“Sudah banyak korban akibat lemahnya pengawasan. Jangan ada lagi pembiaran,” ujarnya.
Dalam audiensi yang digelar setelah aksi, Kapolres AKBP Kiki Firmansyah menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan mapping terhadap pelaku tambang ilegal dan akan menindaklanjuti laporan intimidasi wartawan tersebut.
Meski demikian, publik menyoroti bahwa kepolisian telah lama mengetahui keberadaan para pelaku namun belum melakukan langkah tegas. Kondisi ini dinilai menjadi pemicu munculnya tindakan premanisme dan intimidasi terhadap jurnalis, bahkan terhadap aparat sendiri.
Analisis redaksi media ini, kasus tambang emas ilegal di Dam Betuk menjadi cermin menurunnya wibawa institusi kepolisian. Ketika aparat sendiri kesulitan menegakkan hukum di wilayahnya, kepercayaan publik terhadap penegakan hukum ikut terkikis. Jika polisi kalah oleh preman, maka yang hilang bukan hanya rasa aman masyarakat, tapi juga kehormatan lembaga penegak hukum.
Setelah audiensi, massa aksi membubarkan diri dengan tertib. Namun mereka menegaskan akan terus mengawal kasus intimidasi wartawan dan aktivitas tambang ilegal di Dam Betuk hingga ke meja hijau.
Kini, masyarakat menunggu tindakan nyata Polres Merangin, bukan sekadar janji. Sebab di balik kasus ini, tersimpan pertaruhan besar terhadap marwah kepolisian sebagai garda penegakan hukum di daerahnya sendiri. (*)
Reporter : TopanBohemian
