Merangin | fokusinfonews.com : Dede Riskadinata, SH Penasihat Hukum terdakwa Erawati dalam kasus TPPO membacakan substansi nota pembelaan atau pledoi di PN Bangko pada Rabu 6 November 2024 berisikan bantahan dan tidak sependapatnya dengan tuntutan JPU berdasarkan fakta persidangan. Tidak hanya itu, dalam pledoi juga menyoroti proses penyidikan yang dilakukan pada saat terdakwa diperiksa di Polres Merangin.
Baca juga : Meski Tak Dapat Hadirkan Saksi Pelapor Korban Di Sidang, JPU Tuntut Terdakwa Kasus TPPO 6 Tahun Penjara
Dalam berkas pledoi setebal 28 halaman itu Dede juga menulis kutipan ayat suci Al Quran yaitu surat annisa ayat 135, Surat Almaidah Ayat 8 dan hadis Nabi Muhammad SAW yang berbunyi “Menghukum dalam keraguan adalah dosa” dan di dunia hukum juga dikenal dalam keadaan “IN DUBIO PRO REO” adalah “jika terjadi keragu-raguan apakah Terdakwa salah atau tidak maka sebaiknya diberikan hal yang menguntungkan bagi Terdakwa”
Berikut beberapa petikan narasi pledoi, pilihan redaksi media ini :
‘Setelah membaca Surat Tuntutan JPU dengan teliti dan seksama serta berdasarkan pada fakta-fakta yang terungkap di persidangan, kami menyatakan TIDAK SEPENDAPAT dengan tuntutan JPU tersebut karena isi tuntutannya banyak yang tidak didasarkan pada fakta- fakta yang terungkap dalam persidangan’. Paragraph 3 halaman 6
‘Dalam menegakkan hukum, tujuan kita bersama baik Majelis Hakim Yang Mulia, Penuntut Umum serta kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa adalah sama, yaitu sama- sama mencari kebenaran yang sejati dalam perkara in casu (materiil waarheid), bukan hanya sekedar mencari alat bukti yang dapat menghukum Terdakwa belaka’. Paragraph 5 halaman 6
Seperti sebelumnya, Kuasa hukum tetap mempersoalkan ketidak hadiran saksi pelapor dan saksi korban pada persidangan yang mengakibatkan pihaknya tidak bisa menggali keterangan lebih mendalam. ‘Keterangan saksi korban 1. Saksi Ida Yani alias Liza, 2. Saksi Maria Sibarani alias Rere, 3. Saksi Melani Hutabarat alias Amel 4. Saksi Nur Aini Amelia alias Alin. Bahwa keempat saksi korban, JPU tidak bisa menghadirkan dipersidangan, bahkan JPU tidak bisa menunjukkan identitas ke Empat saksi Korban berupa KTP (kartu tanda penduduk), KK (kartu keluarga) dan atau Identitas lainnya yang Otentik di depan Hakim’. Padahal kehadiran saksi korban “sangat dibutuhkan untuk mencari kebenaran materiil”. Halaman 8 dan 20.
Dede membeberkan bahwa saat persidangan telah ada perintah dari Hakim agar JPU menghadirkan saksi korban, namun tetap tidak bisa dihadirkan. ‘Bahwa Majelis Hakim Sudah tiga Kali Memerintahkan JPU untuk menghadirkan Saksi Korban dengan secara Patut maupun secara paksa Penuntut Umum tidak bisa menghadirkan saksi Korban Berdasarkan fakta tersebut di atas, maka panesehat Hukum Terdakwa menilai “saksi tidak mempunyai itikad baik dan tidak bersungguh-sungguh dengan keterangannya terhadap Terdakwa’. Halaman 20
Dede juga berpendapat kehadiran saksi Agung Suryawan, Saksi Agus Sukarsyah, Saksi Deka Ningtri Rahayu, Saksi Tria Mutia Sari, Saksi Dadang Trisna Wijaya tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti sebagaimana dijelaskan dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 1531 K/Pid.Sus/2010. ‘Bahwa pihak kepolisian dalam pemeriksaan perkara a quo mempunyai kepentingan terhadap perkara agar perkara yang ditanganinya berhasil di pengadilan, sehingga keterangannya pasti memberatkan atau menyudutkan bahwa bisa merekayasa keterangan. Padahal yang dibutuhkan sebagai saksi adalah orang yang benar-benar diberikan secara bebas, netral, objektif dan jujur’. Halaman 20
Soal ketidakmampuan JPU menghadirkan bukti juga tertuang dalam pledoi tersebut yaitu ‘terdakwa juga tidak yakin Saksi Nuraini Amelia Saputri asaribu Alias Alin Binti Andika Pasaribu telah meninggal dunia karena sakit HIV, didalam persidangan JPU tidak menunjukkan Bukti Bahwa Saksi Alin Sudah Meninggal dunia baik berupa akta kematian maupun bukti lainnya’.Halaman 11.
Soal barang bukti yang dihadirkan JPU, Kuasa Hukum juga membantahnya.‘Bahwa Barang Bukti Yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum Uang sebesar Rp 1.250.000,- (satu juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) dirampas untuk negara JPU salah menafsirkannya, diarenakan uang tersebut bukan merupakan uang Terdakwa melainkan Uang tabungan Para Saksi yang disimpan oleh Terdakwa, apabila Para Saksi membutuhnya uang Tersebut Bisa diambil dengan Terdakwa’. Halaman 21
Berdasar fakta fakta persidangan, Dede menganggap tuntutan JPU kepada terdakwa tidak adil. ‘Bahwa Tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntu Umum yakni selama 6 (enam) Tahun dan membayar denda sebesar Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) adalah suatu tuntutan yang tidak mencerminkan rasa keadilan dan tidak mempunyai rasa kemanusiaan bagi Terdakwa, bagi keluarga Terdakwa, yang mana Terdakwa berdasarkan fakta persidangan terungkap hanyalah sebagai pengusaha panti pijat Tamira Keluarga Kita yang memiliki izin jelas’. Halaman 25.
Bagian akhir pledoi, Dede selaku penasihat hukum memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili agar dapat memutuskan Menerima Nota Pembelaan/Pledoi Penasihat Hukum Terdakwa Erawati, Menyatakan Terdakwa tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dan dituntut oleh JPU, Membebaskan Terdakwa dari dakwaan dan tuntutan hukum yang diajukan Jaksa Penuntut Umum, Memerintahkan pada Jaksa Penuntut Umum agar merehabilitasi nama baik Terdakwa, Memerintahkan agar Terdakwa dibebaskan dari Tahanan dan Menyatakan membebankan biaya perkara ini kepada Negara.
Sidang dilanjutkan pada senin pekan depan dengan agenda Jawaban dari JPU atas pledoi dari kuasa hukum.(*)
Reporter | Redaktur : TopanBohemian
1 thought on “Pledoi Sidang Kasus TPPO di PN Bangko. Kuasa Hukum ‘Sentil’ Kinerja JPU”
Comments are closed.