
suparjo
Merangin | Fokus Info News : Inspektorat Kabupaten Merangin angkat bicara terkait dugaan pungutan liar (pungli) dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Simpang Limbur, Kecamatan Pamenang Barat. Dugaan pungli tersebut mencuat setelah muncul informasi bahwa warga dikenakan biaya hingga Rp400 ribu per sertipikat. Ironisnya Pjs Kades, Rita Purniati mengatakan dana tersebut merupakan keikhlasan dari masyarakat sebagai ucapan terimakasih.
Baca juga : Pjs Kades Klaim Pungutan Dana PTSL di Desa Simpang Limbur Merangin Bersifat Keikhklasan.
Inspektur Inspektorat Merangin, Defi Martika melalui Inspektur Pembantu (Irban) Wilayah III Suparjo menyatakan tidak dapat mengambil tindakan karena tidak adanya laporan resmi yang masuk. Bahkan, Inspektorat menganggap pungutan tersebut sebagai hal yang wajar, meskipun bertentangan dengan keputusan tiga menteri yang mengatur program PTSL.
“Kalau tidak ada laporan, kami tidak bisa bertindak. Selain itu, pungutan dengan nominal segitu bisa saja dianggap wajar untuk biaya operasional, walaupun memang seharusnya ada aturan yang mengatur hal tersebut,” ujar Suparjo saat dikonfirmasi, Jumat 14 Februari 2025 .
Suparjo juga membandingkan pengalaman dirinya mengurus PTSL di salah satu Desa yang memungut Rp.500 ribu. Dengan nominal itu Suparjo mengaku tidak keberatan, terlebih bila dibandingkan dengan mengurus sendiri yang dananya mencapai Rp.2,5 juta.
‘’Jadi kalau mereka sudah bersepakat tentulah telah ditandatangani oleh berbagai pihak yang artinya memang telah diketahui. Dan lagi masyarakat tentu tidak keberatan karena biasanya pembayaran dilakukan dengan cara mencicil,” ungkapnya.

‘’Saya saja saat mengurus Prona di Desa Koto Baru, diminta biaya Rp 500 ribu saya tidak keberatan, dibanding kalau mengurus sendiri,” cerita Suparjo.
Pernyataan ini menuai kritik dari berbagai pihak, salah satunya Ketua LSM Sapurata, Mirza. Ia mempertanyakan sikap Inspektorat yang terkesan membiarkan adanya dugaan pungli di lapangan.
“Bagaimana bisa Inspektorat (Irban Wilayah III) mengatakan pungutan ini wajar? Padahal sudah jelas ada aturan dari tiga menteri yang melarang adanya pungutan di luar ketentuan dalam program PTSL. Jangan sampai masyarakat menjadi korban praktik seperti ini tanpa ada kejelasan hukum,” tegas Mirza.
‘’Semestinya peran Inspektorat dalam pemberantasan praktik pungutan liar (pungli) di jalanan sangat penting untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang lebih bersih, transparan, dan akuntabel. Kok malah anggap wajar,” sambung Mirza.
Lebih lanjut, Mirza berpendapat meskipun masyarakat bersedia memberikan dana lebih dari yang diatur namun hal itu tetap tidak diperbolehkan mengingat program PTSL dirancang untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat, terutama golongan ekonomi lemah.
‘’Menurut saya SKB Tiga Menteri adalah landasan hukum yang mengatur batas maksimal pungutan untuk kebutuhan teknis di luar tanggungan APBN, seperti pemasangan patok, materai, dan fotokopi dokumen. Batasnya antara Rp.150 ribu hingga Rp.200 ribu. Nah memberikan dana lebih, meskipun atas dasar kesepakatan atau kerelaan, dapat dianggap sebagai pungutan liar, dapat memicu ketidakadilan atau bahkan menimbulkan masalah hukum. Saya berani bilang itu kegiatan penyimpangan dan berpotensi dikenai sanksi administratif atau pidana,” pungkasnya.(*)
Reporter | Redaktur : TopanBohemian
